.

Bagaimana Permainan yang Tepat & Mencerdaskan

Usia 0 sampai 6 tahun merupakan masa kritis bagi anak untuk mengoptimalkan perkembangan emosi dan intelektualnya. Di rentang usia ini, si kecil mengembangkan sekitar 75 persen kapasitas otaknya.

Bernard Devlin peneliti dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat, berpendapat bahwa peran genetic terhadap optimalisasi otak hanyalah 48 persen. Selebihnya dipengaruhi oleh factor lingkungan.

Bermain, diakui para ahli, sebagai salah satu stimulasi dari lingkungan yang dapat membantu memaksimalkan perkembangan otak anak. Melalui bermain, si kecil bisa mengoptimalkan semua kemampuannya. Tentu saja orang tua punya peran penting dalam memilihkan kegiatan bermain yang tepat, sesuai tahap perkembangan anak.


Bermain dan Kercerdasan

Berbagai penelitian membuktikan, bermain merupakan stimulasi efektif dalam menunjang tumbuh kembang optimal anak. Dua orang psikolog, Jerome Bruner dan Brian Sutton-Smith, yang meneliti perkembangan kognitif manusia mengatakan, bermain menghasilkan atmosfer santai, sehingga anak dengan mudah belajar berbagai cara untuk mengatasi masalah yang ditemuinya ketika bermain. Menurut keduanya, pada saat bermainlah anak sering terlibat dalam proses pemecahan masalah.

Sementara itu D.G. Singer & J. Singer, peneliti senior dan profesor di bidang psikologi perkembangan dari Amerika Serikat, dalam buku mereka The House of Make Believe, mengatakan anak prasekolah yang banyak melewatkan waktu bermain sosiodrama,umumnya lebih menonjol dalam kompetensi dan perkembangan intelektualnya. Anak-anak tersebut juga mendapatkan nilai lebih tinggi pada tes yang mengukur imajinasi dan kreativitas.

Berbagai penelitian lain juga mendukung bahwa bermain membuat anak belajar kekuatan dan batas-batas kemampuan dirinya. Si kecil jadi lebih mampu menyiasati realitas melalui permainan pura-pura. Kemampuan abstraksi anak pun kian terasah karena ia mengenal berbagai konsep, seperti besar-kecil, atas-bawah, dan penuh-kosong.

Bermain juga membuat anak mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasi (mulai mengamati, mengurut, membedakan, membuat ramalan, membandingkan,sampai menarik kesimpulan), serta menentukan hubungan sebab-akibat. Kemampuan intelektual yang anak peroleh melalui kegiatan menyenangkan ini, dapat menjadi bekal yang sangat berguna untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupannya kelak.


Uniknya Masa Pralogis

Jean Piaget, psikolog asal Swiss yang juga berbicara tentang bermain dan perkembangan kognitif, menetapkan usia 2-7 tahun sebagai masa pra operasional (terkadang disebut juga sebagai masa pralogis). Fase ini ditandai dengan kian berkembangnya kemampuan proses berpikir abstrak, namun kemampuannya untuk berpikir logis seperti anak usia sekolah belum sepenuhnya tercapai.

Anak-anak yang berada pada masa praoperasional, terutama di fase awal, seringkali dicirikan sebagai anak yang self centered. Orientasi pada diri sendiri merupakan bagian dari perkembangan kognitif dan emosi. Bagi anak usia ini,orang lain pasti berpikir dengan cara yang sama dengan dirinya. Mereka hampir selalu beranggapan tindakkannya paling tepat tanpa perlu mempertimbangkan hasil dari tindakan atau perbuatan tersebut.

Faktor lain yang juga membatasi kemampuan berpikir anak-anak usia ini adalah kecenderungan mereka yang hanya mampu menaruh perhatian pada satu kondisi/peristiwa. Jadi, di usia ini anak belum dapat memahami atau mengikuti suatu kejadian dari berbagai sudut pandang sampai bagaimana sebuah hasil akhir diperoleh.

Salah satu cara mengembangkan kecerdasan anak berdasarkan perkembangan kognitifnya tersebut, adalah lewat stimulasi permainan konstruktif. Misalnya saja,menyusun balok, puzzle, dan membuat prakarya serta melakukan kehiatan eksperimental.

Berbagai eksperimen sederhana,seperti mengamati air yang ditempatkan dalam wadah berlubang dan tidak berlubang, bisa melatih anak untuk mengamati dan berpikir. Dengan begitu, sejalan dengan kematangan dan kemahirannya,si kecil terampil melakukan reasoning(mengajukan alasan) dan berpikir sistematis.


Permainan Sesuai Usia

Selain aspek kognitif, orang tua sebaiknya juga mempertimbangkan aspek perkembangan lain, seperti motorik. Diawali dengan gerak motorik kasarnya yang kian terampil, perlahan-lahan si kecil juga mulai belajar mengasah keterampilan motorik halus. Perkembangan optimal kedua jenis motorik ini, banyak manfaatnya bagi si kecil di masa sekolahnya kelak.

Selain itu, anak usia 2-7 tahun kian mampu mengembangkan keterampilan bersosialisasi.Psikolog Mildred Parten, dalam buku karya Fergus P. Hughes peneliti dari Universitas Wisconsin Amerika Serikat (berjudul Children,Play and Development), disebutkan telah 50 tahun mengamati anak usia 2 sampai 5 tahun, khususnya dalam hal bermain bersama temannya. Parten mendapati adanya perubahan dalam bentuk interaksi antar anak ketika bermain,sesuai perkembangan sosialnya (simak boks : Perkembangan Bermain Sosial). Berpatokan pada berbagai keterampilan yang didapatnya pada fase ini, orang tua dapat memperkenalkan berbagai kegiatan bermain sesuai usia anak.

Keterampilan sosial si kecil tersebut makin matang karena kemahirannya berbicara dan berkomunikasi yang kian baik. Demikian pula dengan social-emosinya yang makin sesuai dengan tuntutan dan harapan lingkungannya.

Didukung perkembangannya ini, anak pun mulai meraih kemandiriannya sehingga hari demi hari kepandaiannya semakin meningkat. Anak terlihat semakin gesit beraktivitas dan semakin mandiri. Area dan jenis permainan anak usia pun tak lagi terpaku di dalam rumah. Mereka mulai aktif bereksplorasi di luar rumah. Itu sebabnya, jenis permainannya pun bertambah kompleks dan beragam.


Peran Penting Orang Tua

Sebelum mengajak anak bermain, sebaiknya pahami betul apa yang dimaksud dengan bermain dalam arti yang sebenarnya (simaks boks:Ciri-Ciri Bermain). Yang penting diketahui, kehadiran orang tua maupun orang dewasa di sekitar anak ketika bermain, penting sekali untuk membantu si kecil memperoleh berbagai aspek positif dari kegiatan menyenangkan ini.

Beberapa penelitian dalam buku Play and Early Adult Development yang disusun tim peneliti dari Universitas Pennsylvania dan Universitas Arizona, Amerika Serikat, James E. Johnson, James F. Christie dan Thomas D. Yawkey (Johnson et.al.1999), menyatakan berbagai manfaat keterlibatan orang tua dalam permainan anak.

- Persetujuan.
Ketika orang tua maupun guru terlibat dalam permainan, mereka seolah memberi pesan pada anak bahwa berman merupakan kegiatan berguna.

- Kedekatan.
Anak yang berinteraksi positif dengan orang dewasa selama bermain, biasanya dekat dengan orang dewasa yang bersangkutan.

- Tertarik permainan lebih menantang dan kompleks.
Ini terjadi ketika orang dewasa memberikan stimulasi dengan menambah kompleksitas permainan.

- Rentang perhatian lebih panjang.
Terutama pada anak perempuan.

- Hubungan dengan teman sebaya meningkat.
Keterlibatan orang tua mempermudah anak berhubungan dengan teman sebaya.

- Wawasan bertambah.
Guru maupun orang dewasa dapat menyediakan materi permainan, ide-ide dan keterampilan yang memungkinkan peningkatan wawasan anak.


Selain anjuran, ada juga ahli yang meragukan keterlibatan orang dewasa dalam bermain. Mereka menganggap orang dewasa dapat membatasi kesempatan anak-anak bermain dengan cara mereka sendiri, sehingga mengaburkan arti bermain. Ini terjadi karena kebanyakan orang dewasa lebih dominant dalam bermain. Itu sebabnya, sebagai orang tua, sebaiknya Anda mengembangkan sikap sensitive dan responsive terhadap kebutuhan anak, serta suportif terhadap permainan yang ingin dilakukan anak.

Perlu diperhatikan ada beberapa mainan serupa pada tiap tahap usia, hanya saja alat permainan dan cara memainkannya berbeda. Hal ini karena tiap tahap perkembangan, si kecil punya kemampuan yang berbeda.

Keterlibatan orang tua, awalnya sangat besar pada anak usia 2-3 tahun. Sedikit demi sedikit teman sebaya kian mewarnai permainan anak usia 4-5 tahun. Anda tentu tergolong orang tua yang smart dan fun dalam mengoptimalkan kecerdasan si kecil melalui bermain. Jadi, ayo bermain bermain bersama anak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar