.

Merayakan Hari Kemenangan

Waah, besok hari lebaran, kita rayain hari kemenangan….”, kata seseorang dipinggir jalan raya. Padahal dia pada saat itu merokok disaat orang lain berpuasa, padahal dia pada pagi harinya masih menyantap makan pagi disaat orang lain mulai kehausan.

Ya, begitulah kebanyakan ummat Islam. Ritual Ramadhan bagi sebagian orang hanyalah sekedar ikut memukul kentongan membangunkan orang sahur, setelah itu dia makan ayam bakar ditambahin minuman keras, “buat ngusir dingin” katanya, atau dia ikut keliling ronda sahur tapi dia sendiri tidak sahur karena emang nggak mau puasa. Dia ikutan taraweh kadang-kadang saja dengan alasan taraweh berjama’ah kurang khusu’ padahal dia molor di rumah buat persiapan begadang ronda sahur. Paling-paling rajin sholatnya di masjid hanya subuh saja, karena ramai dan setelah itu bisa JJS (Jalan-Jalan Subuh) ama cewek-cewek atau nongkrong godain cewek yang lagi seliweran (masih pagi buta, udah berbuat maksiat godain cewek, di bulan Ramadhan pula). Mereka biasanya bermesraan, bergandengan tangan, dan peluk-pelukan di tempat umum yang jelas melanggar etika dan aturan agama, belum lagi yang main trek-trekan motor mengganggu kenyamanan pengguna jalan lainnya. Siang harinya saat orang yang pada puasa tidur dengan maksud agar terhindar dari hal-hal yang membatalkan puasa, dia ikutan tidur juga sekadar menjalankan ritual dan mode tidur siang bulan puasa.

Nah, bulan Ramadhan yang seharusnya dan sebenarnya penuh rahmat, penuh barakah, tapi tidak dijalani dengan sungguh-sungguh namun malah memperparah kemaksiatan, mengikuti ibadah juga sekadar iseng, sekedar carmuk dan caper. Tapi udah begitu, lebaran ingin ikut juga menjadi orang yang dikatakan mendapat kemenangan. Kemenangan dari mana??

Hal ini diperparah dengan seringnya media massa membuat pernyataan dan statement sendiri tentang hari kemenangan. Akrab kita dengar dan kita perhatikan di TV maupun koran (sejak bertahun-tahun ini), telah dikembangkan argumen bahwa hari kemenangan diperoleh siapa saja pada saat hari raya Idul Fitri.

“para penghuni wisma ***** merayakan hari kemenangan di kampung halaman mereka”, “para penghibur diskotik merayakan hari kemenangan bersama para tunawisma”, “artis ****** merayakan hari kemenangan dengan mengundang anak-anak panti asuhan”, dan lain sebagainya. Perhatikanlah statement-statement yang sering menjadi hiasan berita di media massa. Para pelacur ataupun penghibur diskotik yang pulang kampung dari kota besar cuti Ramadhan membelikan baju-baju bagus dengan uang haram mereka untuk keluarga di kampung dikatakan telah memperoleh dan menikmati hari kemenangan. Artis pornoaksi yang sering buka baju dan bergoyang erotis diatas panggung hiburan memberikan santunan kepada anak yatim maupun tuna wisma dikatakan telah mendapatkan hari kemenangan.

Padahal mereka yang digambarkan memperoleh hari kemenangan oleh media massa itu tidak mendapat kemenangan yang sesungguhnya. Padahal mereka tidak puasa, padahal selama Ramadhan tetap melakukan berbagai kemaksiatan, bahkan segera setelah hari kemenangan terlewati, setelah masa memakai kerudung usai, masa cuti jadi pelacur dan penari stiptease selesai, mereka kembali lagi tidak bermoral melakoni pekerjaan yang merusak akhlaq. Mana bukti kemenangan yang dikoar-koarkan? Mana penjabaran hari kemenangan oleh media massa dijadikan penyemarak berita??
Bahkan sekarang makin marak penayangan hiburan sensualitas dan tidak pantas ditayangkan media dalam rangka menikmati hari kemenangan. Hari kemenangan yang seharusnya suci tapi diisi hiburan tidak bermoral. Lha yang mendefinisikan makna kemenangan itu apakah kita, apakah sekehendak manusia, apa terserah definisi dari media massa??

Maka dari itu, mari kita jaga jangan sampai kesucian Ramadhan dan Idul Fitri dinodai dengan pemaknaan sekehendak hati orang-orang tidak bermoral. Mari kita kembalikan makna kemenangan kepada makna yang sebenarnya. Ketika Ramadhan menjalankan ibadah puasa dengan maksimal menjauhi hal-hal maksiat dan mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah lillaahi ta’aala, yang artinya menjaga diri dari berbagai pantangan puasa, tidak makan dan minum, tidak bergunjing, tidak menghasut dan adu domba, dan segala macam kemaksiatan lainnya. Juga harus jaga niat puasa, jaga niat taraweh jangan karena pingin dilihat orang saja, juga ikhlas menjani Ramadhan hanya untuk Allah swt. Karena puasa dalah untuk Allah swt, dilihat orang atau tidak dilihat orang tetap berpuasa dengan hati teguh ikhlas untuk Allah swt semata. Maka Allah mengatakan bahwa pahala puasa dilipatgandakan beratus kali lipat. Selanjutnya, imbas dan keberhasilan memaksimalkan Ramadhan adalah berubahnya tingkahlaku dan keseharian menjadi orang yang berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya, bertahan semakin baik bahkan setelah hari raya terlampaui. Itulah kemenangan yang sebenarnya.

Kalau media massa ingin turut serta memaknai dan menyemarakkan kemenangan maka jangan menafsirkan sendiri bagaimana bentuk kemenangan itu, jangan menampilkan hiburan seronok dengan dalih dalam rangka menyemarakkan hari kemenangan, jangan merubah kemenangan yang penuh kesucian dan hikmah menjadi tidak bermoral dan sekehendak uang bermotif mencari ranking tayangan dan laba semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar